25 Oktober 2011

Keprihatinan Seorang Nabi - Reposting

Oleh: Ust. Musyafa Ahmad Rahim, MA
Ketua Kaderisasi DPP PKS
---
Di suatu waktu, terdengarlah "desah" nabi Zakariya - 'alaihis-salam -: "Ya Allah Rabb-ku, sesungguhnya tulang belulangku sudah rapuh, kepalaku sudah menyala putih karena uban dan istriku mandul. Namun, ada satu hal yang membuat diriku khawatir, takut, cemas dan bersedih, yaitu, belum jelasnya seorang penggantiku, pelanjutku dan pewarisku, dan aku tidak pernah berputus asa untuk terus memohon dan memohon kepada-Mu, berikanlah kepadaku seorang pelanjut, seorang pengganti dan seorang pewaris, yang melanjutkan misi dan risalahku, misi keluarga besar nabi Ya'qub - 'alaihis-salam -, pewaris yang akan membimbing, membina dan mendidik Bani Israil, membimbing dan membina mereka kepada ajaran-Mu".

Bukan Soal Harta dan Kedudukan
Apa yang menjadi keprihatinan dan kepedihan nabiyullah Zakariya - 'alaihis-salam - bukanlah soal masa depan makanan dan logistik Bani Israil, sebab ia yakin betul bahwa rizki, makanan, dan logistik Bani Israil sudah dijamin dan ditanggung Allah SWT.

Bukan pula soal jabatan dan kedudukan duniawi mereka, sebab mereka pasti akan menentukan pilihan mereka sendiri seandainya tidak ada ketentuan dari Allah SWT, dan sepertinya peminat dalam hal ini sangatlah banyak.

Bukan pula soal perjodohan laki dan perempuan diantara sesama mereka, sebab fitrah dan naluri mereka telah cukup untuk menggerakkan mereka dalam hal ini.

Bukan pula soal perhiasan-perhiasan dunia lainnya, sebab semua manusia telah tercipta dengan membawa kecenderungan terhadapnya.

Namun, yang menggelisahkan, mengkhawatirkan dan memprihatinkannya adalah soal statusnya sebagai juru dakwah, sebagai murabbi, sebagai pembimbing dan sebagai pembawa masyarakat kepada jalan yang lurus, jalan para nabi dan rasul, jalan para shiddiqin, syuhada dan shalihin, jalan yang telah digariskan Allah SWT untuk dititi dan dirambah umat manusia.

Dan pada kenyataannya, peran dan fungsi seperti inilah yang sedikit sekali peminatnya, berbeda dengan peminat harta, tahta dan jabatan, sehingga, meskipun pintu pendaftaran telah dibuka seluas-luasnya, berbagai bentuk targhib (penggemaran dan iming-iming bagi yang mau melakukan) serta tarhib (pemaparan hal-hal yang menakutkan bagi yang tidak mau melakukan) sudah dikemukakan, reward and punishment sudah dipaparkan, pada kenyataannya, yang mendaftarkan diri secara sukarela tetap saja sedikit, minim dan tidak sebanding dengan para peminat dan pendaftar peran dan fungsi lainnya.

Kenyataan seperti inilah yang membuat prihatin nabiyullah Zakariya - 'alaihis-salam -

Untuk itulah, beliau sampaikan keprihatinan ini kepada Allah SWT, Dzat yang Maha Mendengar, Dzat yang Maha Mengabulkan, Dzat yang Maha Pengasih, Penyayang dan yang Maha Kuasa, Pencipta dan Pengatur seluruh alam.

Bukan Hanya Sekali Dua Kali

Penyampaian keprihatinan seperti ini bukan hanya sekali dua kali disampaikan nabi Zakariya - 'alaihis-salam - kepada Allah SWT, tetapi, berkali-kali, sering dan terus menerus. Dan meskipun tanda-tanda terkabulkannya tidak segera kunjung tampak, namun dia terus menerus sampaikan keprihatinan itu, tidak ada kata putus asa, tidak pernah pupus dan sirna harapannya "walam akun bidu'aika Rabbi syaqiyya".

Bukan hanya tidak berputus asa, tetapi, selalu memanfaatkan waktu, tempat dan moment-moment istijabah untuk mengulangi dan mengulangi lagi penyampaian keprihatinan dan permohonannya. Oleh karena itu, pada suatu hari, saat ia memasuki mihrab Maryam, dan dia dapati di sisi Maryam ada makanan dan minuman, dan setelah dia mendapatkan kepastian bahwa makanan dan minuman itu datang dari Allah SWT, yang berarti, kemungkinan besar, saat itu dan di tempat itu baru saja turun rahmat Allah SWT, dan sangat mungkin rahmat itu belum beranjak dari situ, maka seketika itulah sekali lagi ia panjantkan keprihatinan dan permohonannya kepada Allah SWT, agar Dia memberikan keturunan kepadanya, keturunan yang shalih, keturunan yang baik, yang akan mewarisi dan menjadi pelanjut dari misi dan tugasnya. "hunalika da'a Zakariyya Rabbahu ...".

Ia tidak peduli lagi dengan keadaan dirinya yang tua renta, tidak peduli lagi dengan kondisi istrinya yang mandul, yang secara teori tidak mungkin lagi memiliki keturunan, sebab ia yakin, rahmat dan kekuasaan Allah SWT jauh di atas semua teori tadi.

Berqudwah Kepada Nabi Zakariya

Al-Qur'an menceritakan kisah nabi Zakariya - 'alaihis-salam - bukan sekedar menjadi hiburan, namun, untuk dijadikan ibrah, dan diikuti nilai-nilai ke-qudwah-annya.

Pos-pos jabatan struktural, alhamdulillah telah terisi secara cukup dan bahkan memadai.

Pos-pos jabatan publik, alhamdulillah banyak sekali yang berminat.

Namun, berapa banyak yang bermimpi dan berminat menjadi juru dakwah? Berapa besar pula minat dan animo masyarakat untuk menjadi murabbi? Siapakah dan berapakah yang menyambut seruan banyak ikhwah di daerah, di kampus, sekolah dan lainnya: "mana juru dakwah? mana murabbi? silahkan datang ke sini!".

Tidakkah situasi ini mendorong kita untuk prihatin? bersedih? dan lalu mengadukannya kepada Allah SWT?

Tidakkah kenyataan ini mendorong kita untuk bekerja bersungguh-sungguh dalam menyiapkan dan memperbanyak jumlah juru dakwah dan murabbi? sambil terus menerus dan tidak henti-hentinya berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar memberikan ketegaran dan keteguhan (tsabat) kepada kita dalam meniti jalan dakwah serta memudahkan segala urusan dakwah dan tarbiyah ini?

"wa inni khiftul mawaliya min wara-i... fahab li min ladunka waliyyan yaritsuni...".

Barakallahu li walakum fil Qur'anil azhim wanafa'ani waiyyakum bima fihi minal ayati wadz-dzikril hakim, amiiin.


sumber: Blog PKS PIYUNGAN - Bekerja Untuk Indonesia

23 Oktober 2011

Resume - Iman kepada Malaikat Allah

oleh : ust. Amir Hamzah Syuja'i, Lc

Iman kepada Malaikat-malaikat Allah adalah merupakan bagian dari rukun iman yang ke-2 (dua). Beriman kepada Malaikat Allah adalah berarti mempelajari/mengetahui
  1. Pengertian Malaikat
  2. Pengertian Iman kepada Malaikat Allah
  3. Sifat-sifat Malaikat
  4. Jumlah Malaikat
  5. Tugas-tugas Malaikat
  6. Tugas Malaikat yang berkaitan dengan Manusia
  7. Faedah Iman kepada Malaikat
Definisi malaikat secara etimologi adalah berasal dari kata Al Wukah yang artinya Ar Risalah (menyampaikan), secara terminologi adalah Makhluk ghaib yang diciptakan dari Cahaya, sedikitpun tidak memiliki sifat KETUHANAN dan selalu patuh terhadap segala perintah Allah.

Arti Iman kepada malaikat Allah: mempercayai keberadaannya, mempercayai secara terperinci para malaikat yang disebutkan oleh Allah dan Rasul-NYA seperti Jibril, Mikail dan seterusnya, mengimani sifat-sifatnya, serta mengimani tugas-tugasnya.

untuk melihat materi lebih lengkapnya bisa diambil disini atau klik-ini.

Nikmati Jalan Dakwah, Sebagai Apapun atau Tidak Sebagai Apapun Kita

Oleh : Cahyadi Takariawan*

Terlalu sering saya sampaikan, agar kita tidak gagal dalam menikmati jalan dakwah. Dalam berbagai forum dan tulisan, saya selalu mengajak dan mengingatkan, agar kita selalu menjadikan jalan dakwah ini sebagai sesuatu yang kita nikmati. Segala renik yang ada di sepanjang jalannya: suka dan duka, tawa ria dan air mata, kemenangan dan kepedihan, tantangan dan kekuatan, sudahlah, semua itu adalah bagian yang harus bisa kita reguk kenikmatannya.

Di antara doa yang sering saya munajatkan adalah, “Ya Allah, wafatkan aku dalam kondisi mencintai jalan dakwah, dan jangan wafatkan aku dalam kondisi membenci jalan ini.” Tentu saja bersama doa-doa permohonan lainnya. Saya tidak ingin menjadi seseorang yang mengurai kembali ikatan yang telah direkatkan, mengungkit segala yang telah diberikan, dengan perasaan menyesal dan meratapi segala yang pernah terjadi di jalan ini.

Saya merasa bukan siapa-siapa, dan hanya seseorang yang mendapatkan banyak kemuliaan di jalan ini. Mendapatkan banyak saudara, mendapatkan banyak ilmu, memiliki banyak pengalaman, mengkristalkan banyak hikmah, menguatkan berbagai potensi diri, menajamkan mata hati dan mata jiwa. Luar biasa, sebuah jalan yang membawa berkah melimpah. Maka, merugilah mereka yang telah berada di jalan ini tetapi tidak mampu menikmati.

Maka mari kita nikmati jalan dakwah ini, “sebagai apapun” atau “tidak sebagai apapun” kita. Posisi-posisi dalam dakwah ini datang dan pergi. Bisa datang, bisa pergi, bisa kembali lagi, bisa pula tidak pernah kembali. Bisa “iya” bisa “tidak”. Iya menjadi pengurus, pejabat, pemimpin dan semacam itu; atau tidak menjadi pengurus, tidak menjadi pejabat, tidak menjadi pemimpin, tidak menjadi apapun yang bisa disebut.

Kamu siapa ?

“Saya pengurus partai dakwah”. Ini bisa disebut.

“Saya pejabat publik yang diusung oleh partai dakwah”. Ini juga bisa disebut.

“Saya pemimpin organisasi dakwah”. Ini sangat mudah disebut.

“Saya kepala daerah yang dicalonkan dari partai dakwah”. Ini cepat disebut.

Tapi, kamu siapa ?

“Saya orang yang selalu berdakwah. Pagi, siang, sore dan malam. Kelelahan adalah kenikmatan. Perjuangan adalah kemuliaan. Saya bahkan tidak tahu, apa nama diri saya. Karena saya lebih suka memberikan hal terbaik bagi dakwah, daripada mencari definisi saya sebagai apa di jalan ini”.


Ya. Nikmati saja jalan ini. Sebagai apapun, atau tidak sebagai apapun diri kita di jalan dakwah. Jangan gagal menikmati.


12 Oktober 2011

Selesai Rapat di Markaz Dakwah, Simatupang.

sumber: pkspiyungan

08 Oktober 2011

Kita Bukan Sekedar Teman… Kita Adalah Saudara…

Oleh: Bahrudin Yuliyanto

dakwatuna.com - Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rabb Pemilik semesta, Penggenggam jiwa. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Pemimpin terbaik serta sahabat sekaligus saudara terbaik, dialah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wasalam.

Sebelum memulai, saya ingin menceritakan sedikit tentang pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan: Ketika di perjalanan pulang selepas bekerja seharian, tepatnya di perempatan lampu lalulintas kelapa gading, saya yang sedang menunggu lampu lalulintas berubah dari merah ke hijau, dikagetkan oleh seorang pengendara motor lain yang tiba-tiba menegur, a ha ternyata dia adalah teman yang saya kenal 5 tahun yang lalu, saat kami bersama-sama mencoba merintis dakwah di SMP tempat kami menimba ilmu dulu, namun karena kesibukan masing-masing akhirnya hampir 2 tahun kami tidak berjumpa. Sambil menunggu lampu lalulintas mengizinkan kami melanjutkan perjalanan, kami pun sedikit berbincang, sampai satu ketika dia mengeluarkan kalimat yang sangat menyentuh jiwa saya, ketika saya bertanya mengapa dia bisa yakin bahwa orang yang dia tegur memang adalah saya, dia menjawab“ teman ga akan ane lupa”. Subhanallah, Maha Suci Engkau yang telah menyatukan hati kami dalam cinta karenaMu…

Kalimat itu, walaupun singkat, memiliki makna yang mendalam, betapa hubungan silaturahim, yang diawali karena niat mengharapkan keridhaan dari Sang Pemilik Hati, insya Allah akan terjaga sampai kapan pun. Ya Allah saksikanlah, dia bukan sekedar teman, dia adalah saudaraku…satukanlah kami di syurgaMu…

Ayyuhal ikhwah, di dalam perjalanan kehidupan kita, Allah memperkenankan kita untuk berjumpa dengan banyak orang, dari sekian banyak orang tersebut, ada yang sekedar berlalu, ada yang mungkin menjadi musuh, ada yang menjadi teman, sahabat, bahkan saudara.

Teringat ketika Rasulullah hijrah dari Mekah ke Madinah, hal yang Beliau lakukan pertama kali adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Ya, Rasulullah bukan sekedar mempertemankan mereka, tapi mempersaudarakan mereka dengan ikatan persaudaraan yang lebih kekal ketimbang persaudaraan karena hubungan darah, itulah persaudaraan yang dilandasi ukhuwah Islamiyah, persaudaraan yang akan menyatukan mereka hingga ke syurga….

Oleh karena itu, ketika Allah mengizinkan kita berada dijalan dakwah, maka bersyukurlah akan hal itu, salah satunya adalah dengan menjadikan teman kita, bukan sekedar teman, tapi menjadikannya saudara kita, yang dengannya kita akan saling mengenal, memahami, tolong menolong, bahkan saling memikul beban.

Jangan sampai kita sekedar menjadi teman hanya saat senang, lalu meninggalkannya ketika kesulitan menghampirinya. Menjadi teman hanya karena ada keuntungan yang bisa didapatkan dari teman kita, hanya mau menasihati tanpa mau dinasihati, sehingga bukan keridhaan yang didapat namun kemurkaan Allah yang akan membuat kita menjadi orang yang merugi, bukan hanya di dunia juga di akhirat kelak.

Jadilah kita saudara yang saling menguntungkan sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ashr: ”… yang saling nasihat menasihati dalam kebenaran, dan yang saling nasihat menasihati dalam kesabaran. Mampu memenuhi hak saudara kita untuk mengingatkannya ketika melakukan kesalahan, serta menerima dengan penuh kelapangan ketika kita dinasihati karena kesalahan kita, dengan semangat memperbaiki diri menuju kemenangan hakiki meraih keridhaan Ilahi Rabbi.

Beruntunglah dan bersyukurlah, jika kita diizinkan oleh Allah diperjumpakan dengan orang lain yang akhirnya menjadi teman, sahabat, bahkan saudara dijalan dakwah. Dijalan yang akan membuat kita meraih keridhaannya.

Yaa Allah saksikanlah, bahwa teman-temanku dijalan dakwah, mereka adalah saudaraku…

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa hati kami ini telah berkumpul karena cinta kepada-Mu, bertemu karena taat kepada-Mu, bersatu karena dakwah-Mu, dan saling mengikat janji untuk membela syariat-Mu. Karena itu, kuatkanlah ikatan kesatuannya, kekalkanlah kecintaannya, tunjukilah jalannya, penuhilah ia dengan cahaya-Mu yang tidak pernah redup. Lapangkanlah dadanya dengan pancaran iman kepada-Mu dan tawakal yang baik kepada-Mu. Hidupkanlah ia dengan mengenal-Mu dan matikanlah dengan meraih syahadah di jalan-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pelindung dan penolong. Ya Allah, kabulkanlah permohonan kami ini.”

Wallahu a’lam bishshawwab…